Share

Rabu, 24 Januari 2024

Jaminan Hukuman Pidana Terhadap Pelaku Perselingkuhan dalam KUHP Baru

ilustrasi-selingkuh-5_169

 

Selingkuh merupakan suatu perbuatan melanggar komitmen hubungan yang dilakukan oleh istri atau suami yang memiliki hubungan sah atas pernikahan, yang akhirnya melukai rasa kepercayaan atas sesamanya dalam hubungan romantis. Menurut Pingkan Cynthia Belinda Rumondor, S.Psi, M.Psi., dosen atau pengajar psikologi di Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Psikologi, Universitas Bina Nusantara, batas perselingkuhan antara satu orang dengan orang lainnya berbeda. Akan tetapi, terdapat setidaknya tiga kriteria yang bisa dijadikan batasan perselingkuhan, yang antara lain: ketertarikan fisik, kedekatan emosional, dan kerahasiaan. (Rumondor, 2019)

 

Berdasarkan pengertian tersebut, selingkuh merupakan perbuatan yang dilarang dan termasuk ke dalam perbuatan zina. Dalam KUHP, tindakan perselingkuhan dan perzinaan tidak secara eksplisit memiliki bagiannya sendiri. Hal yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kesusilaan termasuk perbuatan zina yaitu perselingkuhan diatur dalam Pasal 284 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan.

 

Di sisi lain, KUHP baru 2023 mengatur secara eksplisit mengenai perzinaan yang tercantum dalam BAB XV bagian keempat. Artinya, dalam KUHP baru 2023, hal-hal mengenai perzinaan diatur dalam bagiannya tersendiri. Terdapat empat pebuatan yang termasuk dalam perbuatan zina yang tercantum dalam KUHP baru dan salah satunya tercantum dalam pasal 411 ayat (1) “Melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dapat dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II” dan ayat (2) “bahwa Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.” (Dhea Sukma Putri, 2022, p. 29)

 

Jaminan Perlindungan Terhadap Korban Perselingkuhan dalam KUHP Baru

 

Perselingkuhan termasuk dalam tindakan zina yang diatur dalam bagian tersendiri di dalam KUHP baru Pasal 411. Pasal 411 ayat (1) menyatakan, “Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.” Yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” adalah:

 

1.     Laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;

 

2.     Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;

 

3.     Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;

 

4.     Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau

 

5.     Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.

 

Artinya, yang dimaksud dengan bukan suami atau istrinya adalah semua orang selain istri atau suami sah yang sudah menikah dan pernikahannya tercatat.

 

Pada dasarnya, KUHP dan KUHP baru mencela keberadaan perselingkuhan dengan alasan apapun. Sehingga keduanya, KUHP dan KUHP baru melindungi korban perselingkuhan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pengaturan tindak pidana atau jeratan pidana yang diberikan kepada tersangka pelaku perselingkuhan yaitu dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. Selanjutnya, hal-hal mengenai perzinaan dibenahi secara lebih lanjut dengan bukti konkret dibuatnya bagian tersendiri atas perzinaan dalam KUHP baru. Akan tetapi, baik dalam KUHP dan KUHP baru, keduanya tidak mengatur secara konkret jaminan yang didapatkan oleh korban perselingkuhan melainkan hanya mengatur mengenai perlindungan hukum dalam bentuk penerapan pidana kepada tersangka pelaku perselingkuhan.

 

Pro dan Kontra Adanya Bagian Tersendiri Mengenai Perzinaan dalam KUHP Baru

 

Pada dasarnya, setiap orang memiliki perbedaan pandangan mengenai segala  hal, termasuk hal yang berkaitan dengan perzinaan khususnya adanya bagian tersendiri dalam KUHP baru yang mengatur tentang perzinaan. Terdapat perbedaan mendasar antara KUHP baru dan KUHP yang berlaku saat ini yang berkaitan dengan perzinaan. Dalam KUHP baru, Pasal 411 ayat (1) menyatakan bahwa perzinaan adalah setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya.

 

Sedangkan pada KUHP lama, Pasal 284 menyatakan bahwa perzinaan adalah seorang wanita atau pria yang telah menikah yang melakukan zina. Artinya, KUHP baru memperluas lingkup zina yang sebelumnya hanya ditujukan bagi orang yang sudah memiliki suami atau istri atau sudah menikah menjadi wanita atau pria baik yang sudah menikah dan yang belum menikah. Perluasan lingkup KUHP baru direspon oleh masyarakat dengan perbedaan pendapat. Di satu sisi, masyarakat pro atau setuju dengan diperluasnya lingkup zina dengan alasan tidak ada agama apapun yang menyatakan bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang sah dan diperbolehkan. Di sisi lain, masyarakat kontra atau tidak setuju dengan diperluasnya lingkup zina sebab hal tersebut dianggap terlalu mencampuri urusan ranah pribadi seseorang.

 

Selain perluasan lingkup, pihak yang dapat melaporkan peselingkuhan juga diatur dalam baik dalam KUHP lama dan KUHP baru. KUHP baru menyatakan adanya delik aduan sebagai rumusan untuk penyempurnaan. Dengan kata lain, KUHP baru menegaskan bahwa hanya orang yang tertentu yang tercantum dalam hukum yang dapat melaporkan tindakan perzinaan kepada aparat agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh aparat dan main hakim sendiri oleh masyarakat. Dalam Pasal 412 ayat (2), dinyatakan bahwa penuntutan atas delik 411 hanya dapat dilakukan apabila istri atau suami bagi orang yang sudah terikat dalam pernikahan yang sah atau orang tua dari istri atau suami tersebut atau anaknya bagi orang yang tidak terikat dalam perkawinan.

 

Di sisi lain, terdapat pihak yang kontra atau tidak setuju akan pendapat tersebut. Di lansir dari CNN Indonesia pada Jumat, 16 Desember 2022, Hotman Paris menyatakan bahwa logika hukum dalam pasal ini patut untuk dipertanyakan. Hal tersebut disebabkan adanya ketidaklogisan dalam sistematika pelaporan perselingkuhan ini. Hotman Paris menyatakan kebingungannya atas pernyataan pelabelan kata zina yang ditujukan kepada seorang yang single yang kemudian pernyataan terjadinya perselingkuhan tersebut dilaporkan oleh anaknya. (CNN Indonesia, 2022) Selanjutnya, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi juga menyatakan ketidaksetujuannya atas KUHP baru sebab adanya pasal-pasal yang mengkriminalkan perempuan secara tidak proporsional.  (Klik Legal, 2023)

 

Kesimpulan

 

Berdasarkan uraian pembahasan mengenai hukuman pidana terhadap pelaku perselingkuhan dalam KUHP baru yang telah disampaikan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan:

 

1.     Tindak pidana perzinaan telah diatur di dalam KUHP yang digunakan saat ini atau disebut juga sebagai KUHP lama dan juga diatur dalam KUHP baru. Pasal mengenai perzinaan dalam KUHP lama diatur dalam pasal 284 yang termasuk ke dalam BAB XIV mengenai kejahatan terhadap kesusilaan. Sedangkan KUHP baru mengatur perbuatan zina dalam pasal 411 yang termasuk ke dalam BAB XV bagian ke empat. Hal yang membedakan antara KUHP lama dan KUHP baru adalah adanya bagian tersendiri mengenai perzinaan dalam KUHP baru.

 

2.     KUHP baru mengatur perselingkuhan yang merupakan perbuatan zina dalam pasal 411 ayat (1) dan menyatakan bahwa perselingkuhan adalah setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan. KUHP baru menjamin perlindungan terhadap korban. Perlindungan yang diberikan kepada korban adalah dengan adanya ancaman pidana terhadap tersangka pelaku perzinaan yaitu dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II. Akan tetapi, KUHP baru tidak mengatur secara konkret jaminan yang didapatkan oleh korban perselingkuhan melainkan hanya mengatur mengenai perlindungan hukum dalam bentuk penerapan pidana kepada tersangka pelaku perselingkuhan.

 

3.     Terdapat pro dan kontra dalam masyarakat mengenai adanya bagian tersendiri tentang perzinaan dalam KUHP baru. Pihak pro mendukung adanya bagian tersendiri mengenai perzinaan dalam KUHP baru serta perluasan lingkup perzinaan dengan alasan tidak ada satupun agama yang menyatakan bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang sah. Akan tetapi, di sisi lain, terdapat pihak yang kontra atas diterapkannya bagian tersendiri mengenai perzinaan dalam KUHP baru sebab pihak tersebut menganggap bahwa adanya perluasan lingkup zina terlalu mencampuri urusan pribadi seseorang.

 

Saran

 

Pemerintah telah mensahkan KUHP baru sehingga pasal-pasal yang ada didalamnya sangat kecil kemungkinan untuk dapat diubah sekalipun hal tersebut didasarkan atas dukungan rakyat. Akan tetapi, terdapat beberapa saran yang dapat diterapkan, diantaranya:

 

1.     Penerapan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 411 ayat (1) KUHP baru harus sepenuhnya dilakukan dan didukung oleh rakyat agar tercipta lingkungan yang nyaman, terberantasnya perbuatan zina, dan tegaknya hukum.

 

2.     KUHP baru tidak secara konkret menyatakan adanya perlindungan terhadap korban perselingkuhan sehingga perlindungan dan dukungan terhadap korban harus diberikan tidak hanya melalui sisi yuridis tetapi juga psikis dan sosiologis seperti adanya pendampingan psikologi terhadap korban dan dukungan yang terus diberikan kepada korban oleh kerabat terdekat.

 

3.     Pemerintah perlu meluruskan segala hal yang berkaitan dengan KUHP baru khususnya mengenai tindakan perselingkuhan atau perinaan yang beredar dalam masyarakat luas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Selain itu, pemerintah harus terbuka serta memberikan transparansi kepada masyarakat mengenai putusan-putusan yang dibuatnya termasuk transparansi terhadap disahkannya KUHP baru dan pasal-pasal yang ada di dalamnya.

 

Daftar Pustaka

 

Peraturan Perundang-Undangan

 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1 Ayat (3).

 

Negara Indonesia adalah Negara Hukum

 

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 284 ayat (1)

 

Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan:

 

Ke-1: a. seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui, bahwa pasal BW berlaku baginya;

 

1. seorang wanita telah nikah yang melaks kan zina;

 

ke-2: a. seorang pria yang turut serta melaku kan perbuatan itu, padahal diketahui bahwa yang turut bersalah telah nikah

 

1. seorang wanita tidak nikah yang turt serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, bahwa yang tunt bersalah telah nikah dan pasal 27 BW berlaku baginya

 

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2023. Pasal 411 ayat (1)

 

Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Sumber : https://kliklegal.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar